“Mafi
Qalbi, Ghairullah”
“kring,kring,kring”
Bel , berbunyi seolah-olah menyentakkan langkah ku agar lebih
bersemangat lagi.
“Ayo lebih cepat lagi, gerbang akan ditutup”
Aku semakin cepat berlari menggapai gerbang dengan jurus seribu
langkah.
“Tunggu pak,” sambil mengehela nafas dalam-dalam.
“Lagi-lagi kamu telat!”
“Hehe, makasih ya pak satpam yang baik hati dan tidak sombong, untung
gerbang nya masih dibuka, kalau enggak kan gawat. ‘’Hehe” dengan senyum
yang merayu.
“Itu sudah kebiasaan kamu, ayo segera masuk!”
Pagi ini cerah,secerah hatiku. Walaupun disertai desak
nafas dan berbanjir peluh, aku tetap bersemangat pagi ini.
“Hai Aisyah”
“Eh, a-a Ibra”
“Kamu kenapa? Telat lagi ya hari ini?”
“Engga kok bra, seperti biasa. Pak satpam selalu baik sama aku”
“Wah, kamu emang selalu bisa ya. Ada aja cara buat lolos dari hukuman”
“......”
Dengan semangat penuh aku menaiki tangga sekolah dengan terburu-buru menuju
mading (majalah dinding).
“Wah aku telat, madingnya udah rame banget”
Aku segera memasuki kerumunan itu dengan penuh rasa penasaran. Benar, hari
ini adalah pengumuman tentang pembagian kelas. “permisi-permisi”
Aku pun berhasil memasuki desakan para siswa yang ingin melihat penguman,
dan alhasil mata ku langsung tertuju dengan selembar kertas yang menempel.
Menunjukkan bahwa aku berhasil memasuki kelas favorite yaitu kelas 6 A. Walau
begitu, tak banyak teman yang ku kenali di kelas baru ku nanti.
‘’Tarik nafas, buang, tarik nafas. Oke, semangat syah, kamu pasti bisa” sambil
meyakinkan diri.
Dari kejauhan, aku melihat seseorang melambaikan tangannya tepat mengarah
padaku.
“siapa itu?”
“Heeey, Aisyah” datang menghampiri ku dengan wajah sumeringah.
“Ibrahim?”
“Kamu masuk kelas mana syah?”
“Aku 6 A bra, kamu?”
“Wah, kita sama syah”
Sudah dua tahun ini aku selalu satu kelas dan duduk
bersebangku dengan ibra. Begitu sapaan akrab nya untukku. “Muhammad
Ibrahim Al-Kahf” nama yang indah penuh dengan sejuta arti. Ia adalah teman
kecil ku dari aku duduk di bangku TK hingga ke Sekolah Dasar.
(Saat memasuki ruang kelas)
“Aku bingung mau duduk sama siapa, kaya
nya udah ada pasangan semua. Terus aku?”-.-
“Sama aku aja syah” berbicara tepat
di hadapanku dengan penuh harapan.
“Ibra, eh untung ada kamu. Oke deh kita duduk bareng lagi”
Kedua orangtua kami sudah saling mengenal, karena kebersamaan kami dari
bangku TK hingga sekarang. Bisa dibilang kami itu adalah sahabat sejati yang
tak terpisahkan.
Hari-hari yang terlewati, aku sama sekali tidak merasa kesepian. Guru-guru
pun sudah mengerti betapa eratnya persahabatan kami. Bagaikan laut dan ombak,
kami selalu bersama.
Aktivitas rutin kami lakukan, seperti belajar bersama, bermain bersama,
pulang sekolah.
Hingga kelulusan pun tiba ..
Aku tidak menyangka, betapa singkatnya waktu untuk aku duduk di bangku
Sekolah Dasar ini. Buah dari kerja keras ku belajar bersama dengan Ibra, kami
memperoleh nilai yang amat baik. Kini kami tidak lagi berada di satu sekolah
yang sama.
Dua tahun pun berlalu,
kini aku sudah kelas dua SMP (Sekolah Menengah Pertama). Aku hampir tidak
pernah mengunjungi sekolah dasarku itu. Aku bahkan tidak pernah tahu kabar Ibrahim
dan keluarganya.
Dengan inisiatif bersama, aku dan teman satu angkatan ku dulu mengadakan
Acara Reunian Angkatan. Disana aku bertemu banyak teman SD ku, aku banyak
mendapati perubahan dari teman-temanku. Mulai dari segi fisik,sifat yang kini
telah menjelma sebagai sosok yang dewasa.
Sesampainya disana..
“Eh itu siapa, itu siapa?”
“Siapa sih? “ “Kenapa sih, kok teman-teman pada heboh. Emang itu siapa?” Aku
pun penasaran dan mulai menerka-nerka, apakah ia teman sd ku dulu? Tapi kok
kaya nya gak pernah liat.
Aku menatapnya dengan pasti, ia mulai mendekat dan mendekat, kini aku tahu
siapa dia.
“Ibra? Ibrahim? Benarkah?”
Ia masih terlihat cangguh di hadapanku, “bagaimana jika aku salah orang?”
“gak mungkin salah orang, itu pasti ibrahim sahabat kecilku”
Tatapannya penuh keceriaan, aku sangat bahagia bisa bertemu dengannya lagi.
“seperti mimpi saja”.
“Aisyah ini aku, Ibra”
“Ya ampun ibra, kamu berubah banget ya sekarang.”
“hehe ya begini lah aku.”
Setelah lama berbincang-bincang. Hp ku bergetar, menunjukkan bahwa sedang
ada panggilan. “sebentar ya, aku mau angkat telfon dulu”
“Hallo, Assalammualaikum”
“Waalaikumsallam, aisyah ini ayah. Kamu segera pulang ya nak, sepertinya
ayah butuh bantuan kamu”
“Iya ayah, Isah segera pulang”
Panggilan itu seolah-olah merenggut senyum ku. Padahal kami sedang
asyik-asyiknya membicarakan perihal sekolah baru kami.
“aku harus segera pulang, maaf terburu-buru”
“Kenapa terburu-buru? Aku masih ingin cerita banyak sama kamu”
“ntar kamu minta ajadeh nomer ku sama fany, dia pasti punya. Udah ya,bye.”
Aku belum puas buat ketemu teman-temanku hari ini, tapi ini perintah ayah.
Harus aku lakukan sekarag juga.
Sesampainya dirumah..
“trit trit trit”
Seseorang mengirim pesan padaku, “ Hai Aisyah. bagaimana kabar mu? apa kau
baik-baik saja? Bagaimana dengan sekolah mu sekarang? Ini aku teman kecilmu.”
Aku membalas pesannya dengan penuh keriangan hati “Kabar ku baik-baik
saja... Jika boleh menebak, ini pasti ibra? Ibrahim kan? Bagaimana dengan kamu?”
Semua itu berlajut, saling mengirimi pesan dan balas membalas sudah menjadi
kegitan rutin kami. Hingga kami memutuskan untuk bertemu, tepat di daerah rumah
ku. Mungkin hanya itu yag bisa dilakukan antara teman lama yang sudah lama
tidak bertemu.
Aku tidak mempunyai keberanian untuk membawa teman lawan jenis bertamu ke
dalam rumah, aku hanya takut. Jika tetangga ku menganggap yang aneh-aneh.
Aku mengajaknya bertemu di sebuah lapangan, tidak terlalu jauh dari
rumahku. “Aku kira, kita gak bakalan ketemu lagi, tapi Allah berkehendak lain.
Buktinya kita bisa bertemu lagi bra, SubhanaAllah.”
“Iya ya syah, suatau nikmat yang tak terhingga. Kita bertemu dalam keadaan
sehat wal’afiat.. syah, ada sesuatu yang ingin ku ceritakan ke kamu” ia
menatapku dengan penuh kepastian.
Apa yang akan dia ceritakan, aku penasaran.
kembali menatap raut wajahnya yang penuh keseriusan. “Ehm.. cerita apa
bra?’’
“InshaAllah, setelah lulus dari sini. Aku mau nyari jati diri ku yang
sebenarnya.”
"iyaa, terus?”
“Mungkin aku gak ngelanjutin sekolah di Batam lagi syah.”
“Loh, kenapa bra? kamu udah bosan sama Kota tercinta ini?”
“engga kok syah, aku ingin memperdalam ilmu agamaku. aku mau mondok syah”
“SubhanaAllah, bra. niat kamu benar-benar mulia, sama sepertiku. aku juga
mengambil keputusan seperti itu”
“Yang bener syah? kenapa kamu gak cerita sama aku? terus ntar bakal mondok
dimana?”
“Mungkin ntar di Malang, ayah udah ngedaftarin aku disana, inshaAllah bulan
depan udah berangkat. terus gimana dengan kamu bra?”
"Tanggal 26 ini, aku berangkat syah. singkat banget ya waktu kita
bertemu, segala sesuatu udah aku persiapin. mulai dari kesehatan, dan yang
paling penting mental"
"Iya kamu benar bra, kalau ini kita ambil semata-mata niat Lillahi
ta'ala inshaAllah Allah akan memudahkan jalan kita." Aku benar-benar
tidak menyangka, bahwa keputusan yang ku ambil untuk melanjutkan pendidikan
pesantren, itu sama seperti ibrahim.
"Wah, gimana ntar kalau ibrahim dan aisyah menjadi seorang santri,
pasti lucu kali ya.haha" sahut dari salah satu teman kami, seolah-olah
ingin mengalihkan pembicaraan ini menjadi suasana tawa.
fajar mulai terbenam, saat itu Ibrahim pamit untuk
pulang. “makasih banyak ya buat hari ini, makasih buat motivasi yang udah kamu
kasih. semoga bisa bermanfaat untuk kita.''
Seolah tak ingin ada tangisan untuk perpisahan, aku lalu menjabahkan
tangan. untuk salam perpisahan.
.........
Entah mengapa, aku selalu membayangkan wajah Ibrahim, membayangkan masa
kecil indah kami. dan memikirkan bagaimana nanti jika aku dan Ibrahim,
benar-benar menjadi santri.
Hari ini tepat, tanggal 26 Juni 2013. Ibrahim pergi ke kota sebrang untuk
menuntut ilmu, entah mengapa aku sungguh merasa kesepian. Walaupun sebentar
lagi aku akan meyusul nya. Tepat pukul 10.00 WIB. Ibrahim mengirim pesan
singkat pada ku.
“Aku pamit ya, semoga kita bisa sukses dengan jalan yang kita ambil, semoga
kita bisa membahagiakan kedua orangtua kita, dan yang paling penting kita
mendapat ilmu yang bermanfaat.”
Pesan terakhir, yang selalu terbayang-bayang di benakku. Sungguh, Ibrahim
sangat mantap dengan keputusannya Tholabul I’lmi di pesantren.
Seminggu kemudian,
keluarga besarku ikut serta dalam menghantarkan ku menuju Hang Nadim
(Batam Airport). Aku harus kuat, demi masa depanku. aku tahan tetesan demi
tetesan air mata yang membasahi pipi. Demi menjaga perasaan kedua orangtuaku.
Satu tahun berlalu, satu tahun aku disini. di pesantren tercinta ku. yang
memberi ku banyak ilmu, mampu merubah segala kebiasaan jelekku. Kini
status ku tidak lagi seorang pelajar biasa, kini aku tlah menyandang status
santri. Aku harus ektra kuat dalam menjaga diri dari kerusakan dunia.
.......
Liburan akhir semester, kini telah datang. ayah mengirim ku tiket untuk aku
pulang ke daerah asalku. Aku akan merayakan lebaran di kota kelahiranku,
bahagia kini menyelimutiku. Mungkin sama seperti Ibrahim, Ia kembali ke kota
kelahirannya dengan berstatus santri.
Kabar bahagia itu datang dari pesan singkat yang ia kirim pada ku.
"Syah, tanggal 27 nanti aku bakal balik ke Batam, senang rasanya bisa
balik kesana. ketemu keluarga disana, sampai jumpa di Batam."
Membaca pesan itu, aku juga ikut bahagia. Bagaikan lampu bohlam yang redup,
kini kembali menyala terang. seolah-olah hati ini.. Ah apa-apain ini...
Masih suasana libur, untuk pertama kalinya. Ayah membolehkan aku untuk
mengajak teman lawan jenis ku untuk bersilahturrahmi kerumah. ‘Siapakah
orang yang beruntung itu?’
titt..tittt *suara pesan masuk*
“Syah, rumah kamu dimana nya? aku udah di lapangan dekat rumah kamu.. ”
Aku menyusulnya, dan..
"Bra,disini" sambil melambaikan tangan. kemeja putih yang ia
gunakan, menunjukan kewibaannya. wanita mana yang tidak terpesona. ehhhh, gak
boleh gitu-..-
“Assallammualaikum”
"Waalaikumsallam, silahkan masuk bra." Duduk dengan ekspresi pipi
kemerahan.
"Ciee, yang udah banyak perubahan.."
"Kamu juga kok syah, gimana dengan pelajaran disana? kitab-kitab
nya?" bla bla bla, mulai dari topik A sampai ke topik Z semua terbahas.
Namun, topik yang kali ini kami bicarakan berbeda, membicarakan masalah
kitab, ilmu agama, ini dan itu, segala yang berurusan dengan Islam.
Dengan senyum manis umi, umi datang menyapa ibrahim..
"Gimana sekolahnya disana nak? oh iya, kamu udah makan? ayuk makan
dulu. udah ibu masakin tuh, pokoknya harus ikut makan ya."
Dengan segala bujuk dan rayu
umi, akhirnya Ibra mau di ajak makan. Aku menemani nya makan, dan sesekali
menuangkan nasi dan air putih di piring dan gelasnya. menemani nya, sampai
selesai. Romantis sekali, tapi ini hanya sebatas sahabat. sahabat dan sahabat.
Mungkin hari itu takkan pernah aku lupakan, bahagia nya..
Hari demi hari telah terlalui. pagi,siang,malam,sore. hari-hari ku selalu
terisi dengan pesan dari nya, dari yang basa basi sampai dengan motivasi.
Liburan tlah berakhir, saat nya untuk kami kembali menuntut ilmu. Ibra berpesan
padaku.
“Agar aku selalu menuntut ilmu dengan sungguh-sungguh, mencari Ridha Allah
swt dan Ridha orangtua, agar selalu dalam lindungan-Nya.”
Pesan itu.. sungguh, membuat ku selalu merindukan nya. Apa ‘Rindu’? Ah..
tidak.
Semenjak liburan berakhir, aku selalu merindukannya. Bak ditelan bumi, kami
tidak pernah berkomunikasi lagi. Sibuk menuntut ilmu.
Aku memang pantas untuk punya rasa,namun aku hanya manusia yang lemah.
Aku tau, cinta ku hanya untuk Allah swt. Kini, aku harus fokus dengan thalabul
ilmi ku. Merindukannya hanya selir bagiku. Karena cinta hanya milik Allah swt.
Ini hanya rasa biasa, aku harus melupakannya sejenak, hanya Allah yang
berhak mengetahui apakah semua ini berlajut atau tidak, siapapun jodoh ku
nanti, aku akan mencintai nya setulus hati. Tidak lupa, aku mencintaimu Karna
Allah;)
Syukron Khasiron..
Subhanallah cerpen ny Bagus banget tan.semoga ap yang intan cita-cita kan dapat tercapai/terkabul kn suatu hari nantiAmin ya Rabb
BalasHapus